Tidak diragukan, orang pertama yang menerangkan, mengajarkan, dan menafsirkan Al Qur’an adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Para shahabat telah menerima Al Qur’an dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara bacaan dan pemahaman. Mereka mengetahui makna-makna, maksud-maksud dan rahasia-rahasianya karena kedekatan mereka dengan Rasulullah, khususnya Al-Khulafa’ Ar-Rasyidin, Abdullah bin Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asy’ari dan Abdullah bin Az-Zubair radhiallahu ‘anhum.Ciri khas dari madrasah tafsir dengan atsar adalah menafsirkan ayat Al Qur’an dengan satu atau lebih ayat Al Qur’an lainnya. Bila tidak memungkinkan maka ditafsirkan dengan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang shahih. Jika tidak ditemukan hadits yang menjelaskannya maka ditafsirkan dengan ucapan shahabat terutama shahabat yang telah disebutkan di atas.
Jika ucapan shahabat tidak ditemukan maka dengan ucapan tabi’in seperti Mujahid, Ikrimah, Sa’id bin Al-Musayyib, Sa’id bin Jubair, ‘Atha bin Abi Rabbah dan Al-Hasan Al-Basri. Namun jika semuanya ada, maka biasanya disebut semua. Adapun menafsirkan Al Qur’an dengan akal semata, haram menurut kesepakatan ulama Ahlus Sunnah, apalagi tafsir yang dilandasi ilmu filsafat -walaupun terkadang benar- termasuk dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. “Barangsiapa berkata tentang Al Qur’an dengan akalnya atau tanpa ilmu maka siapkanlah tempat duduknya dengan api neraka.” (HR.